Lintasan Turun dari Puncak Rinjani |
The free bird leaps on the back
of the wind
and floats downstream till the
current endsand dips his wings in the orange sun rays
and dares to claim the sky.
But a bird that stalks down his narrow
cage
can seldom see through his bars
of ragehis wings are clipped and his feet are tied
so he opens his throat to sing.
“I Know Why the Caged Bird Sing” by Maya
Angelou, 1969
Hari 4 Danau Segara Anak
Pagi dari tepian danau |
Akhirnya cahaya pagi merekah. Satu hal yang menjadi cita kami sebelum berangkat adalah merasakan sensasi memancing di Segara Anak, meski kami sama-sama bukan penggemar aktivitas ini namun demi menuntaskan rasa penasaran, kami sempatkan mencoba peruntungan di danau ini. Hasilnya, tiga ekor lepas, satu tertangkap dan dikonsumsi dalam kesepian. Ternyata pagi itu bukan keberuntungan kami.
Ikan kecil yang malang |
Yang kedua adalah mata air panas atau hot spring yang letaknya di sebelah kanan dari mata air jika berjalan dari tepi danau. Air panas yang keluar dari rekahan batu vulkanik ini dikenal dengan nama Aik Kalak Pangkereman Jembangan dan sering dijadikan tempat untuk ritual memandikan benda-benda bertuah maupun untuk tujuan penyembuhan penyakit. Di antara bebatuan dengan endapan mineral serta air yang kehijauan dan beratap langit pagi, kami menikmati kemewahan ini. Airnya memang sangat panas ternyata, perlu beberapa detik beradaptasi untuk menceburkan diri ke dalamnya, atau memilih bagian yang bukan aliran langsung dimana air masih terasa panas namun tak menggigit.
Berendam di hot spring |
Setelah puas berendam di air panas dan mengambil air bersih, aktivitas dilanjutkan dengan memasak sarapan dan bersantai memandangi pemandangan Gunung Baru Jari yang nampak jelas dan berasap di rekahannya. Gunung Baru Jari atau berarti “gunung yang baru jadi” adalah hasil bentukan pasca erupsi Rinjani tahun 1944. Sampai saat ini gunung vulkanik dengan permukaan pasir ini telah menjulang sampai 2367 mdpl, dan tercatat pernah meletus beberapa kali. Letusan terakhir terjadi pada tahun 2009 mengakibatkan banjir lahar dingin dan memakan korban 31 orang. Itu baru anak gunungnya, lalu bagaimana letusan Rinjani jika mencapai puncaknya, terlebih lagi bagaimana dengan letusan Samalas pada abad 13 seperti lansiran BBC yang saat ini menyisakan Segara Anak seluas 11 kilometer persegi dan sedalam 230 meter? Fakta ini membuatku merinding, kecantikan yang kunikmati ini dibangun di atas kengerian maha dahsyat. Mengingat ini semua, tak habis kagum kusandangkan pada gunung ini.
Gunung Baru Jari |
Sepanjang siang kami hanya memanjakan mata, berjalan-jalan di
sekeliling danau, memandangi Baru Jari lebih dekat, menjemur pakaian yang
basah, bahkan Wong sempat menjahit tasnya, serta menyapa orang-orang, baik dari
dalam negeri dan luar negeri yang juga ada di area seputar danau ini.
Menjahit tas yang rusak |
Pemandangan jelang sore kembali kami nikmati, begitu teduh.
Sepuhan merah yang pelan-pelan bergerak membuat gambar dinding kawah di atas
danau bak lukisan realis. Kami kembali mencoba peruntungan memancing, hanya kali
ini kami mengganti umpan. Jika tadi pagi menggunakan umpan buatan toko,
sekarang menggunakan potongan sosis siap santap. Woalaaa...itu kuncinya ternyata,
berurutan tertangkap tujuh ekor ikan dengan ukuran bervariasi, dan dua ekor
lepas. Sore ini kami lebih beruntung. Inilah makan malam kami, ikan bakar
Segara Anak yang memang agak terasa beda. Rasa daging ikan ini agak hambar,
bisa jadi karena terlalu banyak kandungan sulfat di dalam air namun dengan
sentuhan minyak dari mie instan, jadilah menu ikan goreng yang lebih sedap.
Malam kembali menjelang, pemandangan dan suasana yang sama kami nikmati saat danau tampak gelap namun langit penuh jutaan bintang. Kali ini kami menikmatinya lebih lama karena besok pagi kami akan meninggalkan Segara Anak yang indah ini.
Hari 5 Segara Anak – Plawangan Senaru – Pos II Senaru
Aktivitas packing adalah rutinitas jelang perjalanan, masih
terasa berat tas kami karena tetap harus membawa persediaan air minum dari mata
air untuk perjalanan sampai gerbang Senaru. Mata air berikutnya memang ada di Pos II Senaru namun
kualitasnya kurang baik, keruh dan tak disarankan untuk diminum langsung.
Mendaki tanjakan menuju Plawangan Senaru |
Plawangan Senaru yang terik |
Lintasan masih terbuka setelah shelter ini, barulah ketika melewati
Pos III kami mulai memasuki wilayah hutan yang teduh. Ini karakter lintasan
Senaru yakni hutan dengan cuaca yang bersahabat. Di jalur ini kami bertemu
dengan banyak pendaki mancanegara dengan rombongan porternya yang kebanyakan
menargetkan Plawangan Senaru atau Segara Anak untuk kemudian kembali lagi lewat
jalur yang sama.
Sekitar pukul tiga kami mencapai Pos II Senaru, lokasi yang kami rencanakan untuk mendirikan tenda. Sengaja tidak langsung turun ke Senaru untuk menghindari tubuh yang akan terlalu letih jika mengejar gerbang Senaru hari itu juga. Terlebih lagi akan sulit untuk mendapatkan transportasi umum di atas jam 5 di Senaru. Malam itu kami menginap di antara pepohonan besar dan suara-suara satwa Taman Nasional Gunung Rinjani, sekitar 10 menit turun dari Pos II. Menurut informasi dari orang lokal, Pos II cukup angker, jadi bagi yang punya sensitivitas ekstra sebaiknya menghindari tempat itu dan membangun tenda agak di bawahnya, area ini bisa memuat sekitar 10 tenda.
Hari 6 Pos II – Gerbang Senaru – RTC (Rinjani Trekking
Centre) Senaru
Perjalanan turun dilanjutkan, jam tujuh pagi kami sudah
menjejaki jalur menuju akhir namun kami harus melewati dulu Pos Extra dan Pos I
sebelum mencapai Gerbang Senaru, sebuah gerbang dengan penanda besar yang
menunjukkan bahwa perjalanan turun telah berakhir. Secara lokal dinamakan Gebak
Gawah atau Jibak Gawah dimana terdapat warung-warung penjual minuman dan pisang
goreng. Untuk yang telah berada lima hari di alam serba darurat, ini adalah
oase. Rehat sejenak, minum air dalam kemasan serta mengambil gambar adalah kegiatan yang
bisa dilakukan di sini.
Sampai di Gerbang Senaru |
Namun yang aku kira ini adalah akhir perjalanan turun
ternyata salah, perjalanan masih harus dilanjutkan melintasi pinggiran desa yang
panas selama 1 jam padahal jari kaki telah lecet minta dimerdekakan. Betapa
leganya hati dan jari kaki ketika melihat sebuah kantor bertanda RTC atau
Rinjani Trekking Centre yang merupakan kantor balai TNGR. Di bale-bale kami
istirahat, menumpang mandi dan nego dengan tukang ojek untuk mengantar kami ke
terminal Elf. Dengan 25 ribu per orang, ojek ini bersedia mengantar kami dulu
untuk makan siang, menunggu kami makan dan kemudian mengantar kami ke terminal
Elf yang ngetem lama. Perjalanan dilanjutkan dengan menikmati kawasan pesisir
pantai Lombok yang kering dan panas, kemudian kelokan mendaki Hutan Pusuk,
menuju kota Mataram.
Di Rinjani, enam hari perjalanan penuh haru biru, suka duka,
ujian perjalanan kala emosi naik turun telah dialami. Suatu perjalanan selalu
menjadi ujian akan seberapa tangguh kebersamaan dapat mengatasi semua
rintangan. Terlepas dari kehebatan yang lebih utama dari orang lain, kami
bangga terhadap kami sendiri karena ini bukan perjalanan seseorang mengalahkan
alam namun perjalanan bersama mengalahkan diri sendiri. I’m
proud of you dear Wong and grateful for all you gave to me. Thanks Rinjani for
the great journey and lesson about losing myself. (10/13,w&y)
Memandang danau Segara Anak dari Plawangan Senaru sebelum turun |