![]() |
Panorama sisi barat Tidung saat senja
|
Suatu kali terbersit ide untuk
melakukan perjalanan akhir minggu tanpa harus perlu mengeluarkan tenaga ekstra
namun ada keinginan bahwa tempat itu memang layak dalam arti memberikan suasana
berbeda dari kejamakan hari-hari kami dan membuat akhir minggu terasa indah dan
menyegarkan. Awalnya niat yang kami rencanakan adalah berlibur di Taman Wisata
Alam Muara Angke yang menyediakan spot perairan payau dan kawasan mangrove
dimana terdapat cottage yang bisa digunakan untuk menginap. Namun setelah
dipelajari bahwa biaya akomodasi cottage tersebut relatif mahal dan nanggung,
tujuannya langsung berubah menuju satu tempat yang telah lama ingin kukunjungi
yakni Pulau Seribu. Wong sendiri sudah pernah ke Pulau Seribu sehingga bisa
memberikan pandangan bagiku bahwa tempat itu menarik dan layak dijadikan
destinasi liburan akhir pekan kami. Maka diputuskanlah bahwa tujuan liburan
kami adalah salah satu pulau di kawasan Pulau Seribu di utara Jakarta.
Bergeraklah kami dari rumah
pagi-pagi sekali agar pada jam 7 pagi kami sudah berada di pelabuhan Muara
Angke untuk naik kapal penumpang ke Pulau Pramuka. Perjalanan pagi dari rumah
pada pagi buta di Jakarta sangatlah menyenangkan karena masih relatif segar,
namun bayangan itu buyar ketika kami harus melewati Tempat Pelelangan Ikan
Muara Angke. Bau busuk yang begitu menyengat menyergap penciuman kami meskipun
seluruh kaca mobil sudah tertutup rapat, entah dari mana bau busuk itu masuk.
Penutup hidung dari kain kamipun tetap tak mampu menangkal bau busuk dari TPI
ini, sungguh luar biasa aroma pagi itu, terasa kenyang perut karenanya,
cenderung ke mual.
![]() |
Langit perak Jakarta |
Setelah sekitar 15 menit melewati
TPI ini kami sampai di tepian pelabuhan penyeberangan Angke. Dari sini
dilanjutkan dengan berjalan kaki di antara jalanan becek, berebutan dengan
sepeda motor, gerobak,kereta, becak barang, angkot dan puluhan manusia lain
yang sibuk dengan agendanya masing-masing. Namun yang dominan terlihat adalah
para manusia yang tampaknya memiliki niatan sama dengan kami yakni menyeberang
ke Pulau Seribu. Di tepian pelabuhan yang berair keruh dan penuh sampah, tampak
beberapa kapal penumpang. Ada tulisan di depannya, Pulau Pramuka dan Pulau
Tidung. Awalnya kami hendak ke Pramuka karena pulau itu memang sudah terkenal
di kalangan penyuka travelling, tapi kembali lagi ide mendadak dari perempuan
manisku ini muncul. “Kenapa tidak ke pulau Tidung saja karena sama-sama belum
pernah ke sana dan letak pulau itu lebih jauh, mungkin ada hal berbeda dan
lebih menarik di sana?” begitu katanya Tanpa menggugat tawarannya lebih lanjut,
setelah menghabiskan kopi hitam kami langsung naik ke kapal yang bertuliskan
Tidung. Waw, di geladak bagian tengah ternyata sudah berjubel orang. Mereka
duduk bersila, duduk selonjor di pinggiran geladak, atau tiduran di sana
berkelompok-kelompok sambil bercerita dan makan minum. Kamipun mencari tempat
untuk duduk karena perjalanan akan lumayan panjang, 3 jam dengan biaya per
orang Rp 32 ribu.
Saat
mentari pagi bersinar, paparan sinar perak di langit Jakarta mengantar kami
mengarungi perairan utara Jakarta dalam tenang. Gejolak arus yang tertabrak
laju kapal tampak pasrah menerima terjangan kapal, mata pun dimanja dengan
pemandangan Ancol dari perairan dengan tegakan-tegakan gedung tinggi di sana
sini bercampur dengan bayang rumah-rumah kumuh pinggiran Angke. Betul-betul
menggambarkan Jakarta yang biasa orang kenal. Satu persatu pulau dilewati,
Pulau Onrust yang legendaris sebagai perhentian haji dan koloni lepra, pulau yang
dijadikan hutan larangan, Pulau Bidadari yang indah dengan resortnya dan
pulau-pulau kecil lain pun kami lewati menuju tujuan akhir kami yakni Tidung.
Setelah 2,5 jam barulah tampak bentuk pulau tujuan kami, ada dua pulau ternyata
yakni Tidung Besar dan Tidung Kecil berdampingan dan dihubungkan oleh jembatan
sepanjang 800 meter. Terbayang menyenangkannya menyeberangi jembatan itu dengan
sepeda berdua, namun kami akhirnya sedikit kecewa nantinya.
![]() |
Dermaga Tidung |
Sesampainya
di dermaga, suasana sudah ramai, sebuah papan menunjukkan dimana kami berada.
Setelah 3 jam di kapal, bisa berdiri dan berjalan di darat rasanya begitu
melegakan. Ini lah pulau tujuan kami yang ternyata adalah sebuah pulau yang
sempit memanjang. Keluar dari dermaga kami langsung berhadapan dengan
lorong-lorong antara rumah dengan jalan mirip gang, jalan dengan paving blok
inilah satu-satunya jalan di pulau ini dan tampaknya berkendara dengan sepeda
lebih menyenangkan. Akhirnya setelah menikmati sarapan yang tertunda, aktivitas
pertama kami adalah menyewa sepeda, 20 ribu saja untuk berboncengan dan dengan
sepeda ini lah kami menyusuri ujung satu ke ujung lain pulau sambil mencari
penginapan yang berlokasi strategis.
Di ujung barat pemukiman dan
penginapan berupa homestay lebih padat, tak ada pemandangan ke laut yang cukup
terbuka, sementara ke timur terasa lebih lapang. Bisa jadi karena sisi timur
memiliki daratan yang lebih sempit. Di ujung jalan inilah ternyata pusat
keramaian berada, puluhan warung tersaji di sini, ada juga penyewaan kayak atau
permainan air lainnya yang bisa disewa. Kamipun memilih menyewa snorkel dan
kayak yang kami gunakan untuk menyeberang ke gosong kecil di area agak tengah
dimana kami bisa menambatkan kayak dan menggunakan snorkel untuk snorkling di
daerah itu. Di sini kita bisa menyaksikan ikan-ikan kecil berkeliaran di antara
terumbu yang relatif sudah rusak, dan dengan kayak kita bisa menikmati
jernihnya perairan dangkal penuh ganggang laut. Jikapun ada sedikit rasa kecewa
kami adalah ketika menyadari bahwa harapan untuk bersepeda menyeberang jembatan
penghubung kedua pulau itu tidak bisa terwujud karena Jembatan Cinta, nama
jembatan itu sedang mengalami proses renovasi. Tinggal lah dengan kayak kami
menikmati kedua pulau itu dari air, cukup menyenangkan.
![]() |
Senyum di gerbang Jembatan Cinta |
![]() |
Tepian pulau di sisi timur |
Setelah puas bersnorling dan berkayak ceria, hunting
penginapan dimulai dan akhirnya kamipun menemukan penginapan di sektor timur
yang menurut kami strategis karena memiliki halaman belakang yang luas dan
langsung menghadap laut baik arah timur, selatan maupun barat, sebuah
penginapan yang relatif luas terdiri dari 2 kamar yang bisa ditempati sampai 10
orang dengan harga Rp 250 ribu. Tempatnya lapang, bersih dan pastinya aman.
Dari lokasi kami ini, sisi barat
terpampang di mana kami bisa menunggu matahari tenggelam sambil memandangi
anak-anak yang berenang di dermaga atau menyaksikan para pemancing yang dengan
sabar memegang jorannya. Duduk di sini memandang keluasan laut memberi rasa
lega pada mata kami, duduk dan saling bercerita terasa menyenangkan, sampai tak
terasa gelap mulai datang dan sunset yang kami tunggu memang tak hadir. Namun
itu tak membuat kami kecewa karena malam memberikan gantinya. Di bawah
pohon-pohon cemara kami disuguhi pemandangan langit penuh bintang dan suara
hempasan ombak kecil di tepian pantai. Suasana yang menciptakan malam syahdu
bagi para kekasih, menyediakan nada bagi lantunan lagu-lagu cinta, malam terasa
sangat cepat berlalu, indahnya tak terlupa. Malam itu adalah salah satu malam
yang tak akan kami lupakan dalam hidup kami.
Pagi
hari telah kuniatkan hati untuk menunggu cahaya matahari terbit dari sisi
timur, tak perlu berjalan jauh karena penginapan kami menyediakan spot terbaik
untuk sunrise. Dan apa yang kunanti akhirnya datang, betapa kurasakan
membuncahnya rasa hati seolah baru menjemput seorang kekasih yang telah lama
berpisah. Berkas cahaya pagi menciptakan garis berwarna nila yang begitu agung,
langit biru menjadikannya latar belakang yang bersih, mega-mega menjadi
ornamen, sementara pendar cahayanya di atas air menciptakan kelembutan yang
anggun. Betapa mata ini dimanja, tak henti-hentinya shutter kamera kutekan
untuk mengabadikan setiap momen itu. Sempurnalah, aku memiliki malam yang
sempurna dan ditutup dengan sunrise yang sempurna. Terimakasih Tidung,
terimakasih Wong untuk membuatku bisa menikmatinya. Meskipun tak bisa kita menyusuri
Jembatan Cinta, kita telah menemukan jembatan bagi cinta kita, lewat semesta
ini lah kita membangun kekaguman dan kecintaan satu sama lain, itulah jembatan
kita. Ingin kumencipta dan menyanyikan sebuah lagu cinta untukmu, selalu dan
selamanya. Dari Tidung ini kedua hati makin dipertautkan (W&Y,12-12)
![]() |
Lukisan pagi |
![]() |
Sunrise Pulau Tidung |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar