![]() |
Perkebunan Teh Nirmala, Citalahab |
Sejak berangkat dari Sawarna kami sudah berniat meninggalkan
hangatnya pesisir dan menuju sepinya kawasan hutan yang bersanding dengan
luasnya perkebunan teh, meninggalkan panasnya pantai menuju dinginnya selimut
kabut hutan. Tujuan berikutnya hari ini adalah Citalahab dan Cikaniki yang
merupakan pos taman nasional Gunung Halimun-Salak, salah satu kawasan suaka
margasatwa yang paling terjaga di Pulau Jawa.
![]() |
Gerbang TNGHS, masih 17 km lagi |
Dari Sawarna kami kembali menuju Pelabuhan Ratu, kemudian mengambil
jalur menuju Parung Kuda. Cukup panjang jalur yang mesti ditempuh melewati
kawasan hutan homogen yang bercampur dengan pemukiman serta kebun pertanian,
sekitar 2 jam mesti ditempuh. Bila dari arah Pelabuhan Ratu, jangan sampai kota
Parung Kuda karena artinya Anda melewatkan pertigaan Cipeteuy yang merupakan
jalan masuk ke pos TNGHS Kabandungan. Pelajaran inilah yang kami alami, karena
tidak memperhatikan papan penanda kami kebablasan sampai Parung Kuda, walhasil
kami harus kembali lagi menuju Cipeteuy, menemukan pertigaan dan baru menuju
Citalahab dan berhenti di sana guna mencari informasi lebih detil tentang arah
menuju Stasiun Penelitian di dalam kawasan hutan TNGHS itu. Tengah hari kami sampai di pos Citalahab dan
mendapatkan informasi bahwa untuk menuju Stasiun Penelitian Cikaniki mesti
harus melanjutkan 3 km lagi lewat jalan desa , kemudian setelah sampai gerbang
TNGHS perjalanan berlanjut sejauh 17 km lagi masuk hutan.
Angka 17 km terkesan tidak jauh tapi kami menyadari bahwa 17
km itu bukan dengan jalan aspal mulus atau datar melainkan tumpukan batuan bercampur
tanah, air dan lumpur, sangat licin dan untuk kendaraan roda dua dan sangat
berpotensi selip. Untuk menggambarkanya, lebih tepatnya kami seperti berada di
sebuah koridor atau lorong sangat panjang, berliku seakan tak ada habisnya.
Meski kami berjalan sekitar jam satu siang, sore seakan berjalan cepat karena
naungan pepohonan menutup sinar matahari, semakin ke dalam semakin terasa
gelap, apalagi memang kemudian sore cuacanya mendung.
![]() |
Stasiun Penelitian TNGHS, Cikaniki |
Pukul 15 sore kami sampai di Pos Penelitian Cikaniki, sebuah
bangunan berwarna kayu gelap yang asri, bagus dan cukup luas untuk istirahat
namun sayang tak ada orang saat kami datang. Mungkin karena jelang Idhul Fitri,
semua petugas sudah pulang ke rumah. Hari mulai gelap ketika yang dikhawatirkan
terjadi, hujan yang cukup deras tumpah, kira-kira satu jam kami tertahan di pos
ini sebelum memutuskan untuk menuju Citalahab, kampung dimana terdapat homestay
bagi para pengunjung kawasan. Meski harus berhujan-hujan melewati jalur berbatu
melintasi perkebunan teh Nirmala, itu lebih baik daripada menunggu malam yang
membuat kita lebih sulit untuk mengenali
medan.
Sekitar 40 menit kemudian kami melihat papan bertuliskan
Home Stay di kiri jalan, sempat agak ragu karena papan itu mengarah ke sebuah
jalan berlumpur menurun, sangat sepi seakan
masuk ke sebuah lubang gelap. Namun kami masuki juga dan merasa lega setelah
melihat jalan berubah jadi batu bersusun dan melihat banyak rumah di sana.
Berkat informasi Pak Suryana kami diarahkan untuk menuju salah satu rumah
saudaranya yang bisa disewa untuk menginap. Kalau tak salah ingat rumah Ibu
Ana, rumah berteras panggung yang sangat asri. Kamar yang disewakan sangat
sederhana dipatok Rp 75 ribu per malam belum termasuk makan. Per paket makan
perhari per orang adalah Rp 25 ribu (dan masakannya sungguh lezaat, one of the
best dishes we ever had!)
![]() |
Citalahab saat masih gelap |
Malam itu dalam dingin malam sesudah hujan, ditemani kopi
panas dan makanan hangat nan lezat kami berefleksi, di sini ujungnya, di tempat
sepi ini kami sejenak beristirahat, menikmati masa jelang lebaran bersama
masyarakat Kampung Malasari, Citalahab (Kab. Bogor) yang syahdu tanpa gelegar
petasan dan klakson kendaraan.
Inilah malam pertama kami di sini, Selamat datang di
Citalahab, selamat datang malam, kami menanti pagi di sini segera datang.
(w&y)