Tampilkan postingan dengan label Perkebunan Teh Nirmala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perkebunan Teh Nirmala. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Juli 2014

Dari hunting Owa Jawa sampai Berburu Jamur Berfosfor di Citalahab


Kampung Malasari, Citalahab
Selamat pagi! 

Sinar matahari bersinar terang menembusi dedaunan dan pohon-pohon di depan homestay kami, suasana yang membuat kami tak hendak cepat-cepat mandi, lagian airnya sungguh sangat dingin. Suasana masih sepi namun beberapa orang sudah mulai melaksanakan aktivitasnya. Dengan segelas kopi susu panas kami berada di teras dan mengobrol tentang segala hal, sungguh pagi yang nikmat.

Suasana pagi di Malasari, Citalahab
Seusai mandi dan sarapan kami merancang acara hari ini yakni eksplorasi kawasan Malasari ini, ada beberapa hal menarik yang bisa dilakukan di sini. Pertama kami berjalan-jalan di sekitar perkebunan teh Nirmala ini menikmati embun di permukaan daun dan terpaan sinar mentarinya. Cerah sekali pagi itu, menjadikan karpet hijau kebun teh, lekuk jalanan tanah, tegakan pohon, hamparan langit biru, awan putih dan sisa kabut  menjadi sebuah skesta alam nan indah di mata kami.  

Mencari Owa Jawa




Kedua, kami melakukan light trekk di kawasan hutan di belakang kampung, berdasarkan informasi dan juga suara-suara yang kami dengar sejak kemarin, terdapat sekumpulan owa Jawa di hutan sana. Meskipun hutan ini kecil dan pastinya sering dimasuki orang, toh bisa membuat kita kehilangan arah karena saking asiknya menikmati suasana. Walhasil tak juga menemukan Owa Jawa yang kami cari, kami malah harus mencari jalan keluar dari hutan ini. Untungnya kami temukan juga jalan keluarnya yang ternyata memutari hutan tersebut dan berujung di sawah di sisi lain jalan masuk kami. Namun kami menemukan hal lain yang menarik, selain terong susu berwarna kuning terang, di sepanjang jalan menuju kampung terserak feses luwak yang bercampur kopi. Inilah sang bakal kopi mahal itu sementara di sini terserak begitu saja oleh luwak liar, hal ini kami simpulkan karena di sana tak ada yang memelihara luwak penghasil kopi luwak.

Tangkapan yang sukses siang itu
Jelang siang, keasyikan ternyata belum terhenti. Bapak pemilik homestay sedang bermain dengan joran pancingnya di kolam untuk mencari lauk makan siang ternyata. Kebetulan yang menyenangkan bagi Wong yang segera saja meminjam joran lain dan ikut memancing, ia betah berlama-lama berjongkok menunggu umpannya disambar. Hasilnya cukup memuaskan, beberapa mujair segar siap jadi lauk kami. Aktivitas kecil ini ternyata sangat menyenangkannya.

Siangnya, kami mengunjungi Curug Macan, salah satu air terjun kecil yang berada di dekat stasiun penelitian TNGHS. Dengan menitipkan kendaraan di pos ini, kami berjalan menuju curug ini, dari pinggir jalan antara pos-citalahab, curug ini berada sekitar 200 meter ke bawah. Curug ini tidak besar namun cukup tinggi jatuhan airnya di sungai yang airnya sangat jernih dan dingin. Tak salah jika berada di sini memunculkan keinginan untuk mandi kemudian memasak kopi lalu makan di pinggir sungai...
Curug Macan


Malam pun tak mau dilewati begitu saja, sayang jika tidak menyempatkan diri untuk mengunjungi canopy trail dan mencari jamur berfosfor di sekitar stasiun penelitian. Ternyata banyak juga pengunjung yang datang ke sana malam itu. Ditemani seorang pemandu, dengan berbekal headlamp kami diajak menuju Canopy Trail (namun saat itu tak bisa digunakan karena masih dalam perbaikan) dan mencari jamur yang bercahaya itu, setelah berjalan sedikit agak di belakang pos, pemandu meminta kami mematikan semua lampu dan cermat melihat sekitar, dan woilaaa..... kami melihat titik-titik kecil, amat kecil seukuran 2-3 mm tapi bertebaran di mana-mana, benda berpendar itulah jamur yang kami cari. Bila tanpa pemandu, niscaya kami tak akan bisa mengetahui keberadaannya. 

Canopy Trail sedang dalam perbaikan
Terimakasih kami ucapkan pada pemandu yang telah membuat kami berkesempatan menikmatinya sebelum kami kembali ke rumah Bu Ana untuk istirahat.

Cukup untuk malam ini, waktunya kembali beristirahat. Malam (w&y)

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, pengasingan berikutnya


Perkebunan Teh Nirmala, Citalahab
Sejak berangkat dari Sawarna kami sudah berniat meninggalkan hangatnya pesisir dan menuju sepinya kawasan hutan yang bersanding dengan luasnya perkebunan teh, meninggalkan panasnya pantai menuju dinginnya selimut kabut hutan. Tujuan berikutnya hari ini adalah Citalahab dan Cikaniki yang merupakan pos taman nasional Gunung Halimun-Salak, salah satu kawasan suaka margasatwa yang paling terjaga di Pulau Jawa.

Gerbang TNGHS, masih 17 km lagi
Dari Sawarna kami kembali menuju Pelabuhan Ratu, kemudian mengambil jalur menuju Parung Kuda. Cukup panjang jalur yang mesti ditempuh melewati kawasan hutan homogen yang bercampur dengan pemukiman serta kebun pertanian, sekitar 2 jam mesti ditempuh. Bila dari arah Pelabuhan Ratu, jangan sampai kota Parung Kuda karena artinya Anda melewatkan pertigaan Cipeteuy yang merupakan jalan masuk ke pos TNGHS Kabandungan. Pelajaran inilah yang kami alami, karena tidak memperhatikan papan penanda kami kebablasan sampai Parung Kuda, walhasil kami harus kembali lagi menuju Cipeteuy, menemukan pertigaan dan baru menuju Citalahab dan berhenti di sana guna mencari informasi lebih detil tentang arah menuju Stasiun Penelitian di dalam kawasan hutan TNGHS itu. Tengah hari kami sampai di pos Citalahab dan mendapatkan informasi bahwa untuk menuju Stasiun Penelitian Cikaniki mesti harus melanjutkan 3 km lagi lewat jalan desa , kemudian setelah sampai gerbang TNGHS perjalanan berlanjut sejauh 17 km lagi masuk hutan.

Angka 17 km terkesan tidak jauh tapi kami menyadari bahwa 17 km itu bukan dengan jalan aspal mulus atau datar melainkan tumpukan batuan bercampur tanah, air dan lumpur, sangat licin dan untuk kendaraan roda dua dan sangat berpotensi selip. Untuk menggambarkanya, lebih tepatnya kami seperti berada di sebuah koridor atau lorong sangat panjang, berliku seakan tak ada habisnya. Meski kami berjalan sekitar jam satu siang, sore seakan berjalan cepat karena naungan pepohonan menutup sinar matahari, semakin ke dalam semakin terasa gelap, apalagi memang kemudian sore cuacanya mendung. 

Stasiun Penelitian TNGHS, Cikaniki
Pukul 15 sore kami sampai di Pos Penelitian Cikaniki, sebuah bangunan berwarna kayu gelap yang asri, bagus dan cukup luas untuk istirahat namun sayang tak ada orang saat kami datang. Mungkin karena jelang Idhul Fitri, semua petugas sudah pulang ke rumah. Hari mulai gelap ketika yang dikhawatirkan terjadi, hujan yang cukup deras tumpah, kira-kira satu jam kami tertahan di pos ini sebelum memutuskan untuk menuju Citalahab, kampung dimana terdapat homestay bagi para pengunjung kawasan. Meski harus berhujan-hujan melewati jalur berbatu melintasi perkebunan teh Nirmala, itu lebih baik daripada menunggu malam yang membuat kita  lebih sulit untuk mengenali medan.

Sekitar 40 menit kemudian kami melihat papan bertuliskan Home Stay di kiri jalan, sempat agak ragu karena papan itu mengarah ke sebuah jalan berlumpur menurun, sangat sepi seakan masuk ke sebuah lubang gelap. Namun kami masuki juga dan merasa lega setelah melihat jalan berubah jadi batu bersusun dan melihat banyak rumah di sana. Berkat informasi Pak Suryana kami diarahkan untuk menuju salah satu rumah saudaranya yang bisa disewa untuk menginap. Kalau tak salah ingat rumah Ibu Ana, rumah berteras panggung yang sangat asri. Kamar yang disewakan sangat sederhana dipatok Rp 75 ribu per malam belum termasuk makan. Per paket makan perhari per orang adalah Rp 25 ribu (dan masakannya sungguh lezaat, one of the best dishes we ever had!)

Citalahab saat masih gelap
 Malam itu dalam dingin malam sesudah hujan, ditemani kopi panas dan makanan hangat nan lezat kami berefleksi, di sini ujungnya, di tempat sepi ini kami sejenak beristirahat, menikmati masa jelang lebaran bersama masyarakat Kampung Malasari, Citalahab (Kab. Bogor) yang syahdu tanpa gelegar petasan dan klakson kendaraan.

Inilah malam pertama kami di sini, Selamat datang di Citalahab, selamat datang malam, kami menanti pagi di sini segera datang. (w&y)